Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Wasiat Terakhir: Diam yang Lebih Keras dari Pidato

0 Pendapat 00.0 / 5

Sikap paling mengguncang dari Fatimah adalah wasiat pemakaman malam harinya. Ia meminta agar beberapa tokoh yang telah menzaliminya tidak menghadiri pemakamannya. Dalam perspektif Muthahhari, keputusan ini adalah bentuk protes politik paling keras dalam sejarah Islam.

Fatimah memilih sunyi agar generasi selanjutnya bertanya: Mengapa putri Nabi dimakamkan secara rahasia? Mengapa ia tidak merelakan kehadiran sebagian penguasa?

Muthahhari menulis: “Pemakaman sunyinya adalah sebuah vonis. Lebih dahsyat daripada pidato apa pun.”

Pemakaman senyap itu adalah dokumen sejarah yang tidak bisa dihapus oleh siapa pun. Ia menjadi tanda bahwa sesuatu yang sangat besar dan sangat kelam telah terjadi setelah wafatnya Nabi.

Fatimah dan Garis Keadilan: Warisan bagi Umat Penentang Kezaliman

Dalam pemikiran Muthahhari, perjuangan Fatimah bukanlah peristiwa yang berakhir pada zamannya. Perjuangan itu menjadi “benih kesadaran” yang kelak tumbuh dan meledak dalam sejarah, terutama di Karbala. Dari Sayidah Fatimah, lahirlah al-Husein. Dari luka Fatimah, tercipta barisan para penentang tirani sepanjang masa.

Karena itu, Muthahhari melihat Sayidah Fatimah sebagai:

1. Pelopor kesadaran politik Islam,
2. Simbol perempuan revolusioner,
3. Penjaga moralitas umat,
4. Dan teladan bagi generasi yang ingin melawan kezaliman.

Ia menegaskan:
“Tanpa ketegasan Sayidah Fatimah, Islam akan kehilangan kompas moralnya.”

Fatimah telah menanamkan prinsip bahwa kebenaran harus dipertahankan, meski dunia tidak mendengar.