Aksiologi Filsafat Sains Seyyed Hossein Nasr: Memulihkan Kesucian Pengetahuan (2)
Intelek dan Intuisi Intelektual
Konsep sentral dalam aksiologi Nasr adalah rehabilitasi intelek (intellectus, ‘aql) sebagai fakultas tertinggi manusia. Nasr membedakan antara intelek dan rasio (ratio): rasio bersifat diskursif, sementara intelek bersifat intuitif dan langsung menangkap realitas (Nasr, 1981, pp. 52–54).
Dalam tradisi Platonik, Neoplatonik, dan Islam (khususnya Mulla Ṣadrā dan Suhrawardī), intelek adalah “mata hati” (‘ayn al-qalb) yang mengenali kebenaran metafisik tanpa perantaraan analisis. Nilai tertinggi pengetahuan terletak pada kemampuannya menghubungkan manusia dengan Yang Absolut. Dengan demikian, pengetahuan intelektual lebih tinggi secara aksiologis daripada pengetahuan rasional karena bersumber langsung dari prinsip ilahi.
Etika Kosmik dan Tanggung Jawab Manusia
Nasr juga mengkritik antroposentrisme modern yang menempatkan manusia sebagai penguasa atas alam. Dalam pandangan tradisional, manusia adalah khalīfah (wakil Tuhan) atau pontifex—jembatan antara langit dan bumi. Posisi ini bukan lisensi untuk eksploitasi, melainkan panggilan untuk tanggung jawab kosmik.
Krisis ekologis modern, menurut Nasr (1968), adalah manifestasi krisis spiritual: hilangnya kesadaran akan kesucian alam. Alam bukanlah mesin tanpa makna, melainkan teofani. Karena itu, relasi manusia dengan alam harus bersifat sakramental dan penuh rasa hormat. Sains harus diarahkan bukan untuk dominasi, tetapi untuk memahami makna kosmos dan tempat manusia di dalamnya.
Pluralisme Tradisi dan Perennialisme
Sebagai tokoh utama filsafat perennialism, Nasr berpendapat bahwa di balik keragaman tradisi spiritual dunia terdapat sophia perennis—kebijaksanaan abadi yang menjadi inti semua agama autentik (Nasr, 1989, p. 4). Ia menolak sinkretisme, tetapi menegaskan bahwa semua tradisi autentik mengarah pada Kebenaran yang sama melalui jalan berbeda. Dalam konteks epistemologis, ini berarti sains modern hanyalah salah satu cara memahami realitas; tradisi kosmologis dan ilmiah lain—misalnya ilmu kedokteran tradisional atau pengetahuan indigenous—memiliki nilai epistemik dan aksiologis tersendiri.
Bersambung...

