Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Nur Kejelitaan Sayyidah Fathimah as dalam Mendidik Kalbu di Alam Maya (1)

0 Pendapat 00.0 / 5

Fatimah adalah orang yang paling mirip dengan Rasulullah SAW, bukan hanya dari segi wajah, tetapi dari tutur kata, akhlak, kelembutan, dan kehadiran yang menenangkan. Hadis sahih dari Bukhari dan Muslim menegaskan hal ini, dan sejarah menceritakan betapa Rasulullah berdiri menyambutnya serta mencium tangannya saat Fatimah memasuki rumah, menunjukkan tingginya maqam akhlak beliau. Inilah keindahan yang sebenar-benarnya, keindahan yang lahir dari nur batin, bukan semata-mata rupa.

Gelaran “Az-Zahra” atau wanita yang bersinar, diberikan kepada Fatimah karena kejernihan wajah dan ketenangan akhlaknya, sehingga tampak bersinar. Literatur klasik seperti al-Riyad al-Nadhrah dan Nur al-Absar menekankan bahwa cahaya yang terpancar bukan sekadar fisik, tetapi keindahan batin yang memancar keluar, menjadikan beliau teladan akhlak bagi umat manusia.

Di Madinah, Fatimah hidup dalam kesederhanaan bersama Sayyidina Ali AS, di rumah kecil tanpa kemewahan, melakukan kerja rumah yang berat seperti mengisar gandum hingga tangannya luka, namun tetap sabar dan redha. Dalam Sahih al-Bukhari disebutkan bahwa Rasulullah tidak memberikan pelayan kepadanya, melainkan mengajarkan tasbih Fatimah sebagai sumber kekuatan rohani yang menguatkan batin beliau. Kesabaran inilah yang melahirkan nur kejelitaan, nur yang bukan sekadar tampilan, tetapi ketenangan yang menyejukkan hati orang di sekitarnya.

Karya-karya sirah seperti Tabaqat Ibnu Sa’d, al-Isti’ab bin Abd al-Barr, dan Usd al-Ghabah menyebutkan bahwa kehadiran Fatimah membuat para sahabat merasa tenteram. Inilah kejelitaan yang hakiki, bukan kosmetik, melainkan cahaya yang menenangkan jiwa dan mendidik kalbu, bahkan di dunia digital yang penuh tekanan, perbandingan, dan gangguan.

Dalam tradisi tasawuf, nur bukan sekadar cahaya fisik, melainkan getaran spiritual, energi kasih yang mengalir dari jiwa suci. Keindahan Fatimah al-Zahra bukanlah kecantikan rupa, tetapi cahaya batin yang membimbing tanpa suara, mengajar tanpa kata, dan hadir secara menenangkan di mana pun. Nur kejelitaan beliau mengajarkan kejernihan hati di dunia maya, agar setiap tindakan, komentar, atau unggahan mencerminkan niat yang tulus, menyembuhkan, bukan melukai. Setiap kata menjadi doa yang bergerak, dan kasih yang lembut dapat membalut luka emosi di dunia digital.

Bersambung...