Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Dunia: Sarana Menuju Kebahagiaan, Bukan Tujuan Akhir

0 Pendapat 00.0 / 5

Dua pandangan tersebut sejatinya tidak bertentangan, melainkan saling melengkapi. Dunia akan bernilai positif jika digunakan di jalan ketaatan, ibadah, pencarian ilmu, dan pelayanan kemanusiaan. Sebaliknya, dunia menjadi sumber keburukan bila disalahgunakan untuk durhaka, keserakahan, dan kesenangan tanpa arah spiritual. 

Dengan demikian, nilai dunia tidak terletak pada wujud lahiriahnya, tetapi pada cara manusia memperlakukannya. Dunia adalah sarana, bukan tujuan. Ia adalah jalan yang mengantarkan kepada Allah, bukan pengganti Allah itu sendiri. 

Iman dan Kehendak: Kunci Penentu Nilai Dunia 

Dari sisi ontologis, dunia sebagai ciptaan Allah tentu merupakan tanda kebesaran dan ayat-ayat-Nya. Namun secara eksistensial, nilai dunia ditentukan oleh bagaimana manusia memanfaatkannya dalam proses penyempurnaan dirinya. 

Umur panjang, kekuasaan, atau kenikmatan duniawi tidak menjamin kemuliaan spiritual. Unsur penentunya adalah iman dan kehendak sadar manusia dalam mengarahkan hidupnya. Umur hanyalah kesempatan, bukan jaminan pertumbuhan. 

Sejarah menjadi saksi bahwa banyak manusia yang panjang umur dan berlimpah kenikmatan, tetapi hidup dalam kehinaan moral. Sebaliknya, ada pula orang-orang yang singkat umurnya namun mengisi hidupnya dengan cahaya iman dan amal saleh, sehingga menjadi teladan abadi dalam sejarah kemanusiaan. 

Dengan demikian, dunia dalam pandangan Islam tidak dapat dinilai secara hitam-putih. Ia adalah ruang pengabdian bagi orang yang mengenal Allah, dan jebakan bagi mereka yang melupakannya. Dunia bukan untuk dicela, tetapi untuk dimanfaatkan secara arif dan proporsional. Ia adalah madrasah jiwa tempat manusia mengasah akalnya, memperhalus moralnya, dan mendekatkan dirinya kepada Tuhan. 

Dunia menjadi rumah kebenaran bagi yang jujur, dan rumah kebinasaan bagi yang tertipu olehnya. 

Footnote 

[39] ‘Awali al-La’ali, jilid 1, halaman 267, hadis ke-66. 
[40] Khutbah Muttaqin, Nahj al-Balaghah. 
[41] Nahj al-Balaghah, hadis 131. 
[42] Ghurar al-Hikam, hlm. 142. 
[43] Nahj al-Balaghah, Khutbah 63, hlm. 94. 
[44] QS. Al-Hadīd: 20. 
[45] Al-Kafi, jilid 2, hlm. 250. 
[46] Nahj al-Balaghah, Khutbah 45, hlm. 85. 
[47] Nahj al-Balaghah, Khutbah 178, hlm. 257. 
[48] Nahj al-Balaghah, Khutbah 52, hlm. 89. 
[49] Nahj al-Balaghah, Khutbah 82, hlm. 106. 
[50] Nahj al-Balaghah, Khutbah 68, hlm. 458. 
[51] Nahj al-Balaghah, Khutbah 116, hlm. 310.