Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Nasihat-Nasihat Pernikahan 1

1 Pendapat 05.0 / 5

Penting Mensyukuri Secara Nyata

Bersyukur bukan berarti hanya mengatakan, 'Ilahi Syukr' dan hanya melakukan sujud syukur. Mensyukuri nikmat adalah seseorang hendaknya mengenal nikmat. Ia harus tahu bahwa nikmat ini adalah pemberian Allah kepadanya dan dia harus menggunakan dan memperlakukan nikmat ini sesuai dengan apa yang dimaukan oleh Allah. Inilah makna mensyukuri nikmat.

 

Bila kalian membaca, 'Syukran Lillah' namun hati kalian tidak mengenal makna yang saya sampaikan, berarti ini bukan syukur...pernikahan juga merupakan nikmat pemberian Allah. Allah telah menyediakan pasangan hidup yang baik buat kalian. Oleh karenanya, kalian harus mensyukuri nikmat ini dengan baik. (Khutbah Nikah 16/1/1379)

 

Menjaga Rahasia Rumah Tangga

 

Suami dan istri harus saling menjaga rahasia pasangannya. Istri tidak boleh membuka rahasia suaminya kepada orang lain. Suami juga tidak boleh membuka rahasia istrinya di depan teman-temannya misalnya di klub olahraga atau misalnya di tempat undangan. Perhatikan! Jaga kuat-kuat rahasia pasangan kalian sehingga insyaallah kehidupan kalian menjadi indah dan kokoh. (Khutbah Nikah 24/1/1378)

 

Jadilah Teman dalam Kesedihan

 

Bantuan hakiki adalah dua orang saling menghilangkan kesedihan dari hati pasangan hidupnya. Setiap orang dalam kehidupannya pasti menemui kesulitan dan kesedihan, bahkan boleh jadi akan mengalami ketidakjelasan dan keragu-raguan. Pada kondisi seperti ini yang satu harus segera menolong pasangan hidupnya. Hilangkan kesedihan dari hatinya. Beri petunjuk dia dan perbaiki kesalahannya.(Khutbah Nikah 2/9/1378)

 

Hidup Sederhana dan Seimbang

 

Buatlah hidup ini sederhana. Tentu saja kita juga bukan orang yang benar-benar ahli zuhud dan bertakwa. Jangan berkhayal. Kesederhanaan yang kita katakan sebenarnya bukan kesederhanaan para ahli zuhud dan para ahli ibadah. Tapi kesederhanaan yang dibandingkan dengan pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan oleh masyarakat zaman ini. Bukan kesederhanaan yang sebenarnya. Karena kesederhanaan yang kita maksud, boleh jadi bila dilihat oleh hamba-hamba Allah maka punya ribuan kekurangan. (Khutbah Nikah 11/5/1374)

 

Jangan menjadikan hidup kalian berlebih-lebihan. Buat hidup kalian sederhana. Bentuk hidup kalian sesuai dengan apa yang dimaukan Allah dan manfaatkan nikmat ilahi berdasarkan keseimbangan dan keadilan. Harus berdasarkan prinsip keseimbangan dan keadilan. Artinya, kalian harus berbuat adil. Lihatlah bagaimana orang lain. Jangan sampai menciptakan kesenjangan antara kalian dan orang lain. (Khutbah Nikah 8/3/1372)

 

Salah satu faktor penentu kebahagiaan rumah tangga dan pribadi adalah menjauhkan aturan tambahan dan kemewahan yang berlebihan serta kesibukan yang berlebihan terhadap urusan materi dari kehidupan. Minimal bukan termasuk bagian utama kehidupan. Sesuatu yang merupakan sampingan. Sejak awal harus menjadikan hidup ini sederhana dan menjadikan lingkungan hidup sebagai lingkungan yang bisa dihadapi. (Khutbah Nikah 8/3/1372)

 

Hidup sederhana tidak bertentangan dengan kemakmuran. Bahkan kenikmatan hidup itu ada dalam kesederhanaan. (Khutbah Nikah 18/4/1377)

 

Perlombaan Tanpa Juara

 

Jangan sampai kalian menjadi tawanan kemewahan, formalitas dan persaingan yang tidak sehat. Jangan menjerumuskan diri dalam persaingan materi. Tidak ada seorangpun yang menang dan bahagia dalam persaingan ini. Tampak lahiriah kehidupan seseorang yang gemerlap tidak bisa membahagiakan dan menyenangkan hati siapapun. Pada dasarnya, setiap kali manusia mendapatkan harta, ia akan menginginkan lebih banyak lagi. Ia senantiasa berharap yang lebih baik lagi.

 

Dalam ajaran Islam disebutkan, 'al-'ifaf wa al-Kafaf' (kehormatan dan kecukupan), jalani hidup apa adanya,  jangan sampai membutuhkan pada orang lain dan jangan menyulitkan diri. Hiduplah seperti ini. (Khutbah Nikah 20/7/1377)

 

Kehidupan penuh formalitas, mewah, bak bangsawan, foya-foya dan konsumeris akan mencelakakan manusia. Ini tidak baik. Kehidupan harus dijalani apa adanya dan mudah, tidak banyak pengeluaran dan tidak berhamburan. Mengapa terkadang orang salah memahami dua model kehidupan ini? Hidup apa adanya yakni tidak membutuhkan orang lain dan bisa memenej kehidupannya sendiri tanpa membutuhkan siapapun tapi juga menyenangkan. Kehidupan dengan pemasukan tinggi dan pengeluaran tinggi juga tidak bagus. Yang seperti ini tidak mendatangkan ketenangan dan juga tidak menyenangkan. (Khutbah Nikah 2/1/1378)

 

Pertama, jalani hidup sederhana, berusahalah sekuat tenaga untuk hidup sederhana. Tentu saja kami tidak berkeyakinan bahwa orang harus pelit kepada keluarga dan orang-orang dekat. Kami tidak punya keyakinan seperti ini. Namun kami punya keyakinan bahwa semuanya harus hidup qanaah (merasa cukup) berdasarkan keyakinan, iman, cinta dan hatinya. (Khutbah Nikah 12/9/1377)

 

Hiduplah sederhana. Jangan menjadi tawanan formalitas. Bila sejak awal kalian masuk ke dalam persaingan formalitas, maka sulit untuk keluar darinya. Apalagi sekarang ini sistem pemerintahan Republik Islam. Bila seseorang ingin hidup sederhana, pasti bisa. Bila suatu hari tidak bisa hidup sederhana itu akan sulit. Bahkan ada sebagian orang yang justru mempersulit dirinya. Mereka mempersulit dalam berpakaian, tempat tinggal dan terkait kemewahan untuk dirinya sendiri. (Khutbah Nikah 13/10/1377)

 

Qanaah Berguna Bagi Semua Orang

 

Saya sampaikan kepada kalian, kami tidak mengajak kalian untuk hidup zuhud seperti Salman dan Abu Dzar. Antara orang seperti saya dan kalian sangat jauh selisihnya dengan Salman dan Abu Dzar. Kita -saya dan kalian- tidak akan mampu mencapai ketinggian mereka sehingga ingin menyampaikan diri kita pada mereka. Atau, misalnya, andaikan hanya sebuah harapan dalam hati kita untuk mencapai ketinggian mereka. Namun saya sampaikan bahwa bila antara kita dan mereka, kehidupan kita dengan kehidupan mereka berselisih seribu derajat, maka seribu derajat ini bisa kita kurangi sepuluh derajat, dua puluh derajat atau seratus derajat. Kita dekatkan kehidupan kita dengan kehidupan mereka. (Khutbah Nikah 17/11/1379)

 

Bersikaplah qanaah. Jangan malu untuk merasa cukup. Sebagian orang beranggapan bahwa qanaah khusus bagi orang-orang fakir dan miskin. Dan bila seseorang sudah kaya, maka tidak perlu qanaah. Tidak.

 

Qanaah yakni seseorang berhenti pada batas yang diperlukan, pada batas yang cukup. (Khutbah Nikah 1/1/1376)

 

Memiliki harapan yang tinggi terkait materi menyebabkan sulitnya kehidupan dan ketidaknyamanan pelakunya sendiri. Bila seseorang menurunkan harapannya terkait kehidupan, maka ini adalah modal kebahagiaan. Tidak saja bagus untuk akhirat seseorang, bahkan bagus juga untuk dunianya. (Khutbah Nikah 21/12/1379)

 

Berusahalah untuk hidup sederhana dan jauh dari gaya hidup aristokrat, kehidupan yang sesuai dengan kalangan menengah masyarakat. Kami tidak mengatakan kehidupan masyarakat yang paling bawah. Kalangan menengah masyarakat. Jangan melihat persaingan materialis. Persaingan itu ada. Sebagaimana di jalan surga Allah ada persaingan, di jalan surga khayalan duniawi juga ada persaingan. Untuk kemewahannya. Untuk kedudukan dan kekuatannya. Untuk mendapatkan nama dan ketenaran. Ada persaingan. Persaingan ini adalah persaingan yang tidak sehat...bila masing-masing dari kalian ingin masuk dalam persaingan ini, maka yang lainnya akan menjadi penghalangnya dan muncul sebagai penasihat kalian. (Khutbah Nikah3/6/1375)

 

Dalam setiap tahapan jangan lupa untuk hidup seimbang, qanaah dan cenderung bersikap tawadu dan ini adalah pandangan Islam. (Khutbah Nikah 23/9/1380)

 

Mulai Dari Acara Resepsi Pernikahan

 

Jagalah kesederhanaan dalam setiap urusan kehidupan kalian. Awalnya adalah dari acara resepsi pernikahan ini. Dari sini bisa dimulai. Bila kalian menyelenggarkan acara resepsi pernikahan secara sederhana, maka langkah selanjutnya juga akan sederhana. Bila kalian menyelanggarakan acara resepsi seperti para bangsawan zaman pemerintahan despotik, maka kalian tidak akan bisa masuk dan hidup dalam rumah yang kecil dengan perabot seadanya. Yang demikian ini tidak mungkin bisa dilakukan. Karena sejak awal sudah rusak.

 

Sejak awal bangunlah rumah tangga dengan pilar-pilar kesederhanaan, sehingga insyaallah kehidupan menjadi mudah buat kalian, orang-orang yang berada di bawah tanggungan kalian dan anggota masyarakat. (Khutbah Nikah 13/6/1374)

 

Jagalah Kondisi Ayah dan Ibu

 

Sungguh disayangkan, menyelenggarakan acara pernikahan secara mewah dengan mahar yang mahal dan jahiziyeh (menyiapkan perabot rumah tangga) yang banyak dan pesta yang meriah telah merusak akhlak. Kalian yang akan menjadi pengantin harus menjadi pelopor dan katakan, kami tidak menginginkan yang demikian. Kami tidak menginginkan yang berlebihan seperti ini. Ketika di tengah-tengah masyarakat masih ada yang kesulitan, masih ada yang miskin, maka seseorang harus perhatian dengan hal-hal seperti ini. (Khutbah Nikah 14/9/1372)

 

Kami berpesan kepada pasangan pengantin agar untuk tidak memaksakan diri. Jangan banyak harapan. Jangan menekan ayah dan ibu sehingga mereka merasa tidak nyaman. Buang jauh-jauh hal-hal yang demikian ini. Prinsipnya adalah peristiwa kemanusiaan. Apa itu? Pernikahan adalah urusan duniawi yang paling manusiawi. Jangan kalian pandang dari sisi materi dan uang. Jangan kalian cemari. (Khutbah Nikah 8/11/1372)

 

Bila pasangan suami istri adalah orang-orang yang qanaah, maka para sesepuh juga akan terpaksa mengikuti mereka berdua. (Khutbah Nikah 28/9/1374)

 

Hijab dan Penjagaan

 

Islam berbicara tentang hijab. Ayat-ayat al-Quran juga berbicara tentang hijab dan punya aturan terkait batas-batas lelaki dan perempuan. Semua ini karena demi masyarakat itu sendiri. Karena demi rumah tangga. Para istri muda yang tidak ingin kehilangan suaminya, para suami muda yang tidak ingin kehilangan istri tercintanya, jalan keluarnya adalah dengan hijab, tanpa hijab maka tidak bisa tercapai. Ayat al-Quran benar-benar mengandung hikmah yang dalam. (Khutbah Nikah 11/5/1375)

 

Masalah muhrim dan non muhrim. Masalah  hijab dan menjaga perempuan. Qul Lil Mu'miniina Yaghuddluu Min Abshaarihim Wa Yahfazhuu Furuujahum...Wa Qul Lil Mu'minaati Taghdludlna Min Abshaarihinna Wa Yahfazhna Furuujahunna (*Mengisyaratkan surat Nur ayat 30 dan 31)Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman, "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya...Katakanlah kepada wanita yang beriman, "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya..." Jangan membukan matamu ke setiap pemandangan. Jangan melihat apa saja sekehendakmu sehingga kamu terseret ke arah mana saja. Ini semua untuk apa? Ini semua agar suami dan istri saling menyayangi dan tetap setia.

 

Seorang lelaki dan seorang perempuan yang telah masuk ke dalam semua tempat di tengah-tengah masyarakat yang rusak, melewati semua jalanan, melakukan penyalagunaan seenaknya sendiri dan masuk pada pergaulan bebas antara lelaki dan perempuan, Apakah lingkungan rumah tangga baginya masih memiliki nilai penting? Sama sekali tidak penting baginya. Mereka menyebutnya sebagai kebebasan. Bila yang demikian ini disebut kebebasan, maka ia sebenarnya adalah musibah bagi umat manusia.

 

Seorang lelaki yang sesuka hatinya cenderung dan mendekati para wanita, sebenarnya ia tidak punya kendali dan kontrol. Tidak punya perlindungan. Seorang perempuan yang tidak berhias dengan rasa malu, kehormatan dan hijab kemanusiaan, pada hakikatnya ia tidak punya perlindungan. Lelaki semacam ini adalah lelaki yang tidak menghormati dan tidak menganggap penting istrinya sendiri. Perempuan seperti ini adalah perempuan yang tidak menghormati dan tidak menganggap penting suaminya sendiri.

 

Di dalam Islam, Seorang suami dan istri keduanya saling bertanggung jawab atas yang lainnya.  Keduanya saling punya kasih sayang. Keduanya saling membutuhkan dan memiliki keterikatan. Rangkaian penjelasan yang panjang dari hukum ini untuk apa? Tujuannya adalah agar rumah tangga tetap kokoh, suami dan istri jangan sampai mengkhianati pasangannya dan keduanya tetap bersama.(Khutbah Nikah 12/9/1377) 

 

Sumber: Matla-e Eshq; Gozideh-i az Rahnemoudha-ye Hazrate Ayatollah Sayid Ali Khamenei Beh Zaujha-ye Javan, Mohammad Javad Haj Ali Akbari, Tehran, Daftare Nashre Farhanggi, 1387 HS, Cet 17.