Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Akhlak

apa itu nafsu amarah dan kapankah amarah itu diperbolehkan?

apa itu nafsu amarah dan kapankah amarah itu diperbolehkan?

Nafsu amarah dan kegusaran merupakan dari bagian sifat manusia. Sifat-sifat tersebut merupakan insting dasar setiap orang. Fenomena ini muncul dari jiwa dan fikiran seorang individu. Lalu, ia mengambil nyala api dan menyelimuti seluruh tubuhnya, sehingga mengakibatkan mata dan raut wajahnya memerah, anggota tubuhnya bergetar, dan buih keluar dari mulutnya.  Akal sehat umumnya lepas dari kendali orang yang sedang diliputi rasa amarah. Kecerdasannya juga hilang sementara waktu.

Baca Yang lain

Posisi akal dalam menyeimbangkan desakan-desakan hasrat

Posisi akal dalam menyeimbangkan desakan-desakan hasrat Rasulullah Saww berkata, “Mintalah petunjuk akal, kamu akan mendapat bimbingan dan jangan melawannya, karena kelak akan menyesal.”  

Baca Yang lain

Kesombongan dan Sifat Angkuh adalah Penyakit bagi Ilmu

Kesombongan dan Sifat Angkuh adalah Penyakit bagi Ilmu Berbicara tentang berbagai penyakit dan kekeliruan yang terdapat pada jalan para pencari ilmu adalah sama halnya dengan membahas faktor-faktor yang dapat menyemangati seseorang untuk mencari ilmu. bahkan jauh lebih penting

Baca Yang lain

MEMANG LIDAH TAK BERTULANG..

MEMANG LIDAH TAK BERTULANG.. Rasanya malu memang ketika baju kebanggaan kita dirobek dan tercabik oleh kenyataan. Bahwa sesungguhnya kita ini hanyalah manusia yang tidak berarti.

Baca Yang lain

Apa Saja Dampak Berprasangka Buruk?

Apa Saja Dampak Berprasangka Buruk? Salah satu yang merupakan bagian dari akhlak tercela adalah prasangka yang buruk. Banyak ayat dan riwayat yang menyinggung masalah tersebut sebagai sebuah peringatan akan buruknya dampak sosial dari berprasangka buruk. Al-Quran menjelasakan bahwa berprasangka buruk itu sama dengan dosa.

Baca Yang lain

Tawakkal (5/Selesai)

Tawakkal (5/Selesai) Seandainya seseorang mengaku bertawakkal kepada Allah SWT atau merasa melimpahkan urusannya kepada pengaturan Allah SWT, tapi ternyata dia enggan menempuh garis dan mekanisme yang telah ditetapkan Allah SWT baginya berupa penyediaan sebab musabab dan pembekalan kemampuan beraktivitas, bekerja dan berkarya maka ini tidak dapat disebut tawakkal, melainkan ilusi dan kegilaan semata.

Baca Yang lain

Tawakkal (4)

Tawakkal (4) “Allah terlalu adil dan bijaksana untuk demikian. Allah berfirman; ‘Wahai anak-anak Adam, Aku lebih utama daripada kamu atas kebaikan, dan kamu lebih utama daripada Aku atas keburukan. Kamu berbuat maksiat dengan kekuatanKu yang Aku menjadikannya padamu.’

Baca Yang lain

Tawakkal (3)

Tawakkal (3) Allah SWT membekali manusia dengan kemampuan untuk berbuat atau tidak berbuat, dan mencurahkan kepadanya kemampuan demikian pada pada setiap saat. Manusia kemudian menggunakan kemampuan yang dibekalkan Allah SWT kepadanya itu bahkan ketika dia berbuat ataupun tidak berbuat.

Baca Yang lain

Tawakkal (2)

Tawakkal (2) keserupaan dengan orang yang bertawakkal tapi pada hakikatnya dia bukan bertawakkal. Hal ini karena dia mengetahui faktor-faktor tawakkal yang dapat menyelematkannya dari resiko tersebut. Sebab dia mengetahui bahwa kepemilikan adalah untuk Allah semata dan tak ada siapapun yang bersekutu dengannya, dan tak ada suatu apapun di tangannya untuk dapat dipasrahkan kepadaNya.  Orang yang demikian berada di atas jenjang tawakkal, tapi menyerupai tawakkal dalam hal pengabaian terhadap sebab akibat semata.

Baca Yang lain

Tawakkal (1)

Tawakkal (1) “Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.”

Baca Yang lain

Keutamaan Ikhlas (9/Selesai)

Keutamaan Ikhlas (9/Selesai) ‘Malaikat pencatat kemudian naik lagi membawa amalan yang cemerlang bagaikan bintang kejora di langit. Hamba itu memiliki amalan tasbih, puasa dan haji hingga mencapai langit keempat, tapi malaikat penjaganya berseru, “Berhentilah dan hamtamkan amalan ini kepada wajah dan perut pemiliknya.

Baca Yang lain

Keutamaan Ikhlas (8)

Keutamaan Ikhlas (8) “Serendah-rendah keikhlasan ialah pengerahan hamba atas kemampuannya, kemudian tidak menganggap amalannya berbobot di sisi Allah sehingga lantas menuntut Tuhannya membalas amalannya, sebab dia mengetahui bahwa seandainya Allah memintanya beribadah dengan sebenar-benarnya maka dia tidak akan mampu (memenuhinya). Dan serendah-rendah kedudukan orang yang ikhlas di dunia ialah keselamatan dari semua dosa dan di akhirat selamat dari neraka dan beruntung mendapatkan surga.”

Baca Yang lain

Keutamaan Ikhlas (7)

Keutamaan Ikhlas (7) “Dunia seluruhnya adalah kebodohan kecuali tempat-tempat ilmu, dan setiap ilmu adalah hujjah kecuali yang diamalkan, dan setiap amalan adalah riya’ kecuali yang (dilakukan dengan) ikhlas, dan ikhlas berada dalam bahaya sampai hamba melihat apa yang menjadi penutup bagi (usia)nya.”

Baca Yang lain

Keutamaan Ikhlas (6)

Keutamaan Ikhlas (6) Kesempurnaan ikhlas tidak berarti ketiadaan rasa peduli dan hasrat kepada pahala dan siksa. Contoh keikhlasan ini terdapat dalam sebuah riwayat dari Abu Darda’ yang dinukil oleh Urwah bin al-Zubair sebagai berikut;

Baca Yang lain

Keutamaan Ikhlas (5)

Keutamaan Ikhlas (5) Tingkat pertama, ikhlas sebatas dalam pengertiannya secara fikih yang merupakan syarat sahnya amal ibadah, yaitu niat mendekatkan diri (taqaarub) kepada Allah SWT. Pertanyaan yang mengemuka tentang ini ialah bahwa dalam fikih memang disyaratkan demikian, tapi bagaimana jika ibadah ternyata diniatkan untuk tujuan lain yang bersifat duniawi semisal mencari kesembuhan, menghalau musuh, dan mengatasi kemiskinan? Bukankah semua ini bukan diniatkan untuk bertaqarrub, melainkan untuk memenuhi kebutuhan sendiri?

Baca Yang lain

Keutamaan Ikhlas (3)

Keutamaan Ikhlas (3) kaum “mukhlashin” bukanlah kalangan yang berurusan dengan sebatas balasan untuk amal perbuatannya karena mereka berbuat memang dengan tujuan mendapatkan pahala, melainkan semata-mata karena Allah SWT.

Baca Yang lain

Keutamaan Ikhlas (2)

Keutamaan Ikhlas (2) Imam Jakfar al-Shadiq as berkata; أتمّكم عقلاً، وأشدّكم لله خوفاً، وأحسنكم فيما أمر الله به ونهى عنه نظراً، وإن كان أقلّكم تطوّعاً. “Yaitu orang yang di antara kalian paling sempurna akalnya, paling takut kepada Allah, paling baik dalam memahami apa yang diperintahkan dan dilarang olehNya, walaupun dia paling sedikit amalan sunnahnya.”

Baca Yang lain

Keutamaan Ikhlas(1)

Keutamaan Ikhlas(1) Allah SWT berfirman; تَنزِيلُ الْكِتَابِ مِنَ اللَّهِ الْعَزِيزِ الْحَكِيمِ * إِنَّا أَنزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ فَاعْبُدِ اللَّهَ مُخْلِصاً لَّهُ الدِّينَ * أَلاَ لِلَّهِ الدِّينُ الْخَالِصُ وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِن دُونِهِ أَوْلِيَاء مَا نَعْبُدُهُمْ إِلاَّ لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى إِنَّ اللَّهَ يَحْكُمُ بَيْنَهُمْ فِي مَا هُمْ فِيهِ يَخْتَلِفُونَ إِنَّ اللَّهَ لاَ يَهْدِي مَنْ هُوَ كَاذِبٌ كَفَّارٌ. “Kitab (Al Quran ini) diturunkan oleh Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Sesunguhnya Kami menurunkan kepadamu Kitab (Al Quran) dengan (membawa) kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya. Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): ‘Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat- dekatnya.’ Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar.”

Baca Yang lain

Menjaga Kehormatan Di Sisi Allah (3/Selesai)

Menjaga Kehormatan Di Sisi Allah (3/Selesai) Al-Quran al-Karim telah memberikan perumpamaan untuk menjelaskan keharusan manusia mengagungkan Allah SWT seagung-agungnya sekaligus mengungkapkan betapa remeh dan semunya kekuatan selainNya sehingga kekuatan yang sejati hanyalah milikNya semata. Perumpamaan itu disebutkan dalam ayat 73-74 surat al-Hajj yang terkutip di artikel bagian pertama.

Baca Yang lain

Menjaga Kehormatan Di Sisi Allah (2)

Menjaga Kehormatan Di Sisi Allah (2) Sudah seharusnya seorang hamba bermuamalah dengan Allah SWT atau berperilaku di hadapanNya dengan perlakuan sebenar-benar pengagungan hamba terhadap Maulanya. Dalam hal ini terdapat dua jenjang sebagai berikut;

Baca Yang lain