Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Imam Ali as

Makna Kepemimpinan Vertikal dalam Peristiwa Ghadir Khum

Makna Kepemimpinan Vertikal dalam Peristiwa Ghadir Khum

Peristiwa Ghadir Khum adalah momen penting dalam sejarah Islam yang terjadi setelah Nabi Muhammad SAW menyelesaikan Haji Wada’, haji terakhir beliau sebelum wafat. Dalam peristiwa ini, Nabi Muhammad SAW secara tegas mengumumkan kepemimpinan Imam Ali bin Abi Thalib dan menegaskan, “Barangsiapa yang aku menjadi pemimpinnya, maka Ali adalah pemimpinnya.” Peristiwa Ghadir Khum memiliki makna mendalam, termasuk makna kepemimpinan vertikal yang relevan dalam konteks Islam.

Baca Yang lain

Peristiwa Ghadir Khum: Pentingnya Kepemimpinan Imam Ali Menurut Perspektif Syiah dan Sunni (2)

Peristiwa Ghadir Khum: Pentingnya Kepemimpinan Imam Ali Menurut Perspektif Syiah dan Sunni (2) Di sisi lain, Sunni mengakui pentingnya peristiwa Ghadir Khum sebagai pengakuan terhadap status Ali bin Abi Thalib sebagai pemimpin yang dihormati oleh Nabi Muhammad SAW. Imam Ali dikenal sebagai salah satu sahabat terdekat dan memiliki kontribusi besar dalam perjuangan awal Islam. Walau Sunni tidak menganggap kepemimpinan Ali bin Abi Thalib sebagai suksesi ilahi, mereka tetap menghormati peran dan kebijaksanaan Ali bin Abi Thalib dalam sejarah Islam.

Baca Yang lain

Peristiwa Ghadir Khum: Pentingnya Kepemimpinan Imam Ali Menurut Perspektif Syiah dan Sunni (1)

Peristiwa Ghadir Khum: Pentingnya Kepemimpinan Imam Ali Menurut Perspektif Syiah dan Sunni (1) Dalam akhirnya, peristiwa Ghadir Khum adalah peristiwa yang sangat penting dalam sejarah Islam, yang menyoroti kepemimpinan Imam Ali dan memiliki dampak politik, sosial, dan teologis yang luas. Meskipun terdapat perbedaan pendapat dalam interpretasi dan penekanan peristiwa ini, memahami konteks dan implikasi pentingnya peristiwa Ghadir Khum membantu kita memperkaya pemahaman kita tentang dinamika sejarah dan perkembangan agama Islam.

Baca Yang lain

Kehidupan Sayidina Ali bin Abi Thalib Pasca Wafat Rasulullah Saw

Kehidupan Sayidina Ali bin Abi Thalib Pasca Wafat Rasulullah Saw Dari kehidupan Sayidina Ali bin Abi Thalib, kita dapat belajar betapa pentingnya memiliki pemahaman yang mendalam tentang agama Islam. Kita juga bisa belajar tentang pentingnya menghargai peran para tokoh penting dalam sejarah Islam, meskipun ada perbedaan pendapat di antara kita. Kita harus mengambil pelajaran dari kehidupan Sayidina Ali, yang tetap membantu para Khalifah meskipun haknya sebagai Khalifah telah diambil. Dalam hal ini, Sayidina Ali menunjukkan betapa pentingnya memegang prinsip-prinsip persatuan dan kesatuan dalam agama Islam.

Baca Yang lain

Nasihat Khalifah Ali a.s. kepada Pejabatnya untuk Hidup Sederhana (2)

Nasihat Khalifah Ali a.s. kepada Pejabatnya untuk Hidup Sederhana (2) Aku bersumpah demi Allah, aku akan mendidik dan melatih diriku sehingga diriku akan merasa bahagia. dengan selembar roti, sekalipun roti itu kering, dan akan merasa cukup dengan makanan yang hanya berbumbu garam, dan akan membuat mataku, karena terkurasnya air mata, laksana sumber air yang tak lagi mengalirkan airnya karena sudah kering. Apakah aku akan seperti unta yang merumput yang mengisi perutnya dengan pakan, setelah kenyang lalu duduk, atau akan seperti kambing yang makan tumbuhan hijau, setelah kenyang lalu bermalas-malasan? Jadi, apakah Ali akan menyantap bekalnya dan setelah itu tidur?

Baca Yang lain

Nasihat Khalifah Ali a.s. kepada Pejabatnya untuk Hidup Sederhana (1)

Nasihat Khalifah Ali a.s. kepada Pejabatnya untuk Hidup Sederhana (1) Ketika Imam Ali bin Abi Thalib a.s. menjabat sebagai khalifah keempat umat Islam beliau menerapkan aturan yang sangat ketat kepada semua pejabatnya. Dokumentasi surat-suratnya kepada para gubernurnya yang berisi nasihat amat masyhur. Di antaranya beliau mengirim surat kepada gubernurnya di Basrah, Utsman bin Hunaif al-Anshari, yang kedapatan menghadiri pesta mewah perkawinan warganya.

Baca Yang lain

Malam Al-Qadr dan Akhir Hayat Terbaik Amirul Mukminin

Malam Al-Qadr dan Akhir Hayat Terbaik Amirul Mukminin Pemimpin kaum beriman, Ali bin Abi Thalib a.s., dilahirkan di dalam Ka’bah dengan mukjizat terbelahnya dinding Ka’bah. Setelah lebih dari 1400 tahun, jejak terbelahnya dinding Ka’bah ini pun masih dapat disaksikan secara langsung pada kiblat kaum Muslimin.  

Baca Yang lain

Kepala Khalifah Keempat Terbelah di Hari ke-19 Ramadhan

Kepala Khalifah Keempat Terbelah di Hari ke-19 Ramadhan Umat muslim dunia merasakan duka yang mendalam pada hari ke 19. Pasalnya di hari ke 19 Ramadhan, Khalifah keempat muslimin dan sekaligus sang Pintu Ilmu Nabi, Sayidina Ali bin Abi Thalib kwj harus merasakan kepala terbelah ketika beliau sedang sujud mengimami shalat subuh.  

Baca Yang lain

Perkataan Menurut Khalifah Ali bin Abi Thalib Kwj

Perkataan Menurut Khalifah Ali bin Abi Thalib Kwj Jawabannya adalah alangkah lebih baiknya jika kita tidak berbicara kecuali seusuatu yang haq dan benar. Lalu di setiap perkataan kita lebih baik mengatakan sesuatu yang bersumber atau bersanad. Selain itu mengatakan sesuatu yang mana jika di hari akhir kelak kita mendapatkan timbangan amal yang baik.

Baca Yang lain

Nasihat Khalifah Ali a.s. kepada Pejabatnya untuk Hidup Sederhana (2)

Nasihat Khalifah Ali a.s. kepada Pejabatnya untuk Hidup Sederhana (2) Kalau saja aku mau, aku dapat saja mendapatkan madu murni, banyak gandum, dan pakaian sutra (yaitu kenikmatan dan kemewahan duniawi). Namun, na’udzu billah min dzalik, kalau keinginanku sampai menguasai diriku dan karena serakah aku jadi memilih makanan pilihan, padahal mungkin saja di Hijaz atau Yamamah ada orang yang bahkan tak bisa berharap dapat menikmati selembar roti dan tak pernah mengalami kenyang perut.

Baca Yang lain

Nasihat Khalifah Ali a.s. kepada Pejabatnya untuk Hidup Sederhana (1)

Nasihat Khalifah Ali a.s. kepada Pejabatnya untuk Hidup Sederhana (1) Ketika Imam Ali bin Abi Thalib a.s. menjabat sebagai khalifah keempat umat Islam beliau menerapkan aturan yang sangat ketat kepada semua pejabatnya. Dokumentasi surat-suratnya kepada para gubernurnya yang berisi nasihat amat masyhur. Di antaranya beliau mengirim surat kepada gubernurnya di Basrah, Utsman bin Hunaif al-Anshari, yang kedapatan menghadiri pesta mewah perkawinan warganya.

Baca Yang lain

Ini Alasan Imam Ali bin Abi Thalib Lahir di Dalam Ka’bah (2)

Ini Alasan Imam Ali bin Abi Thalib Lahir di Dalam Ka’bah (2) Peristiwa kelahiran Amirul Mukminin di dalam Baitullah Ka’bah merupakan kesepakatan sejarah yang tidak hanya dinukil dalam sumber-sumber Syiah, namun juga disebutkan dalam berbagai sumber valid dan utama Ahlu Sunnah yang kemudian dikumpulkan oleh Allamah Amini dalam kitab Al-Ghadir.

Baca Yang lain

Ini Alasan Imam Ali bin Abi Thalib Lahir di Dalam Ka’bah (1)

Ini Alasan Imam Ali bin Abi Thalib Lahir di Dalam Ka’bah (1) Salah satu pertanyaan seputar kelahiran Imam Ali a.s. yang sering dilontarkan adalah: “Mengapa Imam Ali dilahirkan di Ka’bah?” Dalam berbagai referensi disebutkan bahwa suatu hari Abbas bin Abdul Muttalib dan beberapa orang lainnya sedang duduk di hadapan Baitullah Ka’bah di dalam Masjidil Haram.

Baca Yang lain

Imam Ali a.s. Seorang Perkasa yang Penuh Welas Asih

Imam Ali a.s. Seorang Perkasa yang Penuh Welas Asih Zakhair Al-Uqba, seorang penulis populer menceritakan segala sifat-sifat Imam Ali bin Abi Thalib a.s. dalam karyanya. Ia menuliskan ciri-ciri fisik Imam Ali dan keberaniannya di medan pertempuran, serta sikapnya yang penuh welas asih. Dari ciri fisiknya Imam Ali memiliki tinggi badan sedang-sedang saja tidak terlalu tinggi atau pendek. Warna kulitnya seperti warna gandum, janggutnya panjang dan putih. Kedua bola matanya hitam dan besar. Wajahnya cerah ceria. Lehernya panjang bak piala yang terbuat dari perak. Bahunya lebar dan besar. Tulang sendi tangannya keras bagaikan singa yang meraung. Kedua tangan dan pergelangannya benar-benar saling menguatkan dan sulit dibedakan. Tangan dan jari-jarinya kuat, agak sintal. Kedua betisnya kekar dan montok dan bagian bawahnya kecil, demikian pula dengan lengannya yang padat dan berisi.

Baca Yang lain

Keadilan Ali bin Abi Thalib

Keadilan Ali bin Abi Thalib Sungguh keadilan bukan hanya menjadi sifat bagi Imam Ali a.s., melainkan ia sudah menjadi karakter yang lekat dengan sosok Ali bin Abi Thalib, bahkan ia sudah menjadi representasi dari keadilan itu sendiri. Para pengikut (syiah)nya begitu cintanya kepada Imam Ali a.s. karena keadilannya itu. Semoga kita semua diberi taufik oleh Allah Swt untuk dapat selalu berlaku adil.

Baca Yang lain

Menyambut Kelahiran Sang Putra Ka’bah (2)

Menyambut Kelahiran Sang Putra Ka’bah (2) Ibnu Abil Hadid, sastrawan, teolog dan ahli fiqih dari mazhab Syafii di syarah ucapan Imam Ali menulis, “ketahuilah bahwa Amirul Mukmini memiliki posisi khusus di mata Nabi yang tidak dimiliki sahabat lain; Ia kerap berkhalwat bersama Nabi di mana tidak ada yang tahu apa yang terjadi saat itu di antara meraka. Ia selalu bertanya tentang makna al-Quran dan sabda Nabi, jika Ali tidak bertanya maka nabi akan mengajarinya. Sementara tidak ada satu pun sahabat nabi yang memilik kondisi seperti ini.”  

Baca Yang lain

Menyambut Kelahiran Sang Putra Ka’bah (1)

Menyambut Kelahiran Sang Putra Ka’bah (1) Imam Ali putra Abu Thalib anak Abdul Muthalib. Ibunya Fatimah, putri Asad bin Hasyim bin Abdul Manaf. Ketika Fatimah membawa bayinya kepada Muhammad, Rasulullah langsung mencintai bayi tersebut. Kecintaan Rasulullah kepada Ali kerap diperbicangkan banyak orang. Bertahun-tahun kemudian, Imam Ali mengenang kecintaan Rasul tersebut dan berkata, “Kalian wahai sahabat Nabi sepenuhnya mengetahui posisi khusus Saya di mata Rasulullah, dan kalian menyadari bahwa Aku tumbuh besar di bawah bimbingannya. Ketika aku bayi, Rasul selalu menggendongku dan melindungiku serta menyuapiku makanan.”

Baca Yang lain

Keteraniayaan yang Dialami Imam Ali a.s. (2)

Keteraniayaan yang Dialami Imam Ali a.s. (2) Meskipun Imam Ali sudah sedemikian teliti di dalam menghitung harta baitul mal, namun dia masih menangis di waktu sahur (karena takut tidak berlaku teliti sampai batas yang cukup atau takut melakukan kesalahan), dan berdoa kepada Allah Swt dengan mengatakan, “Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari tanya-jawab perhitungan. Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari perhitunganmu di Hari Kiamat, di mana di situ tidak ada sehelai rambut pun yang tertinggal.” Untuk itulah dia menangis, karena takut ada harta orang lain yang menempel pada tangannya.

Baca Yang lain

Keteraniayaan yang Dialami Imam Ali a.s. (1)

Keteraniayaan yang Dialami Imam Ali a.s. (1) Belum pernah ada di alam ini orang yang teraniaya sebagaimana Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib a.s., dan tidak akan pernah ada. Keteraniayaan yang dialami oleh Imam Ali a.s. lebih besar dari keteraniayaan yang dialami oleh Imam Husain a.s. dan Fatimah Zahra a.s., meskipun begitu besar kezaliman yang telah menimpa mereka berdua.

Baca Yang lain

Hakikat Iman Menurut Imam Ali As

Hakikat Iman Menurut Imam Ali As Dalam mendefinisikan hakikat iman, sebagian ulama menafsirkannya dengan ma’arif haqqah. Adapun syarat supaya seseorang bisa sampai kepada taraf yakin terhadap ma’arif haqqah tersebut (dimana apabila ia telah sampai kepadanya, maka hatinyapun akan menjadi tenang) ialah apabila sebelumnya ia juga telah melihat dan merasakan bagaimana hakikat iman itu sebenarnya. Dan tentunya, orang-orang yang mampu mencapai tingkat ini hanyalah mereka-mereka yang termasuk Anbiya’ dan Auliya’ saja. Sehingga, arti syuhud disini ialah sampai pada hakikat yang ada dibalik alam indra, yang hanya dapat diraih dengan mata hati saja.

Baca Yang lain